Karya Sastra
Jawa Kuna dalam Bentuk Prosa
1.
Candakarana
Candakarana adalah
semacam kamus atau bisa juga disebut ensiklopedia
Jawa Kuna dan versinya yang paling awal kira-kira ditulis pada abad ke-8
Masehi.
Para pakar menduga periode yang sangat awal ini karena kitab ini memuat nama Syailendra. Sedangkan raja Syailendra yang membangun candi Borobudur ini diperkirakan memerintah pada akhir abad ke-8 Masehi.
Para pakar menduga periode yang sangat awal ini karena kitab ini memuat nama Syailendra. Sedangkan raja Syailendra yang membangun candi Borobudur ini diperkirakan memerintah pada akhir abad ke-8 Masehi.
2.
Sang Hyang Kamahayanikan
Sang Hyang Kamahayanikan adalah
sebuah karya
sastra
dalam bentuk prosa.
Di bagian belakang disebut nama seorang raja
Jawa, yaitu Mpu Sendok,
yang bertakhta di Jawa Timur mulai dari tahun 929 sampai tahun 947 Masehi.
3.
Brahmandapurana
Brahmandapurana adalah
sebuah karya sastra Jawa Kuna berbentuk prosa. Karya sastra ini
tidak memuat penanggalan kapan ditulis dan oleh perintah siapa. Tetapi dilihat
dari gaya bahasa kemungkinan berasal dari masa yang sama dengan Sang Hyang Kamahayanikan.
Namun ada perbedaan utama, yaitu Sang Hyang Kamahayanikan
adalah kitab kaum penganut agama Buddha Mahayana sedangkan Brahmandapurana ditulis untuk dan oleh
penganut agama (Hindu)
Siwa.
Isinya bermacam-macam, seperti cerita asal-muasalnya
dunia dan jagatraya diciptakan, keadaan alam, muncul empat kasta (brahmana,
ksatria,
waisya
dan sudra),
tentang perbedaan tahap para brahmana (caturasrama) dan
lain-lain.
4.
Agastyaparwa
Agastyaparwa adalah
sebuah karya sastra Jawa Kuna berbentuk prosa. Isinya mirip Brahmandapurana. Meski
Agastyaparwa tertulis dalam bahasa Jawa
Kuna, namun banyak disisipi seloka-seloka dalam bahasa
Sansekerta. Isinya mengenai hal-ikhwal seorang suci yang disebut
sang Dredhasyu yang berdiskusi dan meminta pengajaran kepada ayahnya sang
bagawan Agastya. Salah satu hal
yang dibicarakan adalah soal mengapa seseorang naik ke surga atau jatuh ke neraka.
5.
Uttarakanda
Uttarakanda adalah
kitab ke-7 Ramayana.
Diperkirakan kitab ini merupakan tambahan. Kitab Uttarakanda dalam bentuk prosa ditemukan pula dalam
bahasa Jawa Kuna. Isinya tidak diketemukan dalam Kakawin
Ramayana. Di permulaan versi Jawa Kuna ini ada referensi merujuk ke
prabu Dharmawangsa Teguh.
6.
Adiparwa
Adiparwa (Sansekerta
आदिपर्व) adalah
buku pertama atau bagian (parwa) pertama dari kisah Mahabharata.
Pada dasarnya bagian ini berisi ringkasan keseluruhan cerita Mahabharata,
kisah-kisah mengenai latar belakang ceritera, nenek moyang keluarga Bharata,
hingga masa muda Korawa
dan Pandawa).
Kisahnya dituturkan dalam sebuah cerita bingkai dan alur ceritanya
meloncat-loncat sehingga tidak mengalir dengan baik. Penuturan kisah keluarga
besar Bharata tersebut dimulai dengan percakapan antara Bagawan
Ugrasrawa yang mendatangi Bagawan Sonaka di hutan Nemisa.
7.
Sabhaparwa
Sabhaparwa adalah buku
kedua Mahabharata.
Buku ini menceritakan alasan mengapa sang Pandawa
Lima ketika diasingkan dan harus masuk ke hutan serta tinggal di sana selama 12
tahun dan menyamar selama 1 tahun. Di dalam buku ini diceritakan bagaimana
mereka berjudi dan kalah dari Duryodana.
8.
Wirataparwa
Wirataparwa adalah
bagian keempat dari epos Mahabarata. Menceritakan kisah ketika para Pandawa
harus bersembunyi selama setahun lagi dengan menyamar tanpa ketahuan, setelah
mereka dibuang selama duabelas tahun di hutan gara-gara kalah berjudi dengan Korawa. Kisah
pembuangan di hutan ini diceritakan dalam bagian Wanaparwa.
Maka para Pandawa
bersembunyi di kerajaan Wirata. Jika mereka ketahuan, maka harus dibuang selama 12
tahun lagi. Di Wirata Yudistira menyamar sebagai seorang brahmana
bernama Kangka. Bima
menyamar sebagai seorang juru masak dan pegulat bernama Balawa. Lalu Arjuna menyamar
sebagai seorang wandu yang mengajar tari
dan nyanyi bernama Wrahanala. Nakula menjadi seorang penggembala kuda bernama Grantika dan Sadewa menjadi
penggembala sapi bernama Tantipala. Dropadi
menjadi seorang perias bernama Sarindri, melayani ratu Sudesna.
Alkisah patih Wirata, Kicaka jatuh cinta kepada Sarindri dan ingin
menikahinya. Tetapi ia ditolak dan memaksa. Lalu Balawa membunuhnya. Hal ini
hampir saja membuat samaran mereka ketahuan.
Kematian Kicaka didengar oleh raja Susarma dari
Trigarta yang kemudian datang membujuk para Korawa menyerbu Wirata yang dalam
keadaan sangat lemah. Lalu negeri Wirata diserang para Korawa dari
[Astina]]. Para Pandawa ikut berperang membela Wirata. Serangan Korawa gagal,
mereka kalah oleh orang-orang yang tidak dikenal dan membuat mereka curiga.
Setelah perang usai, kedok Pandawa terbuka. Tetapi mereka sudah bersembunyi
genap selama setahun, jadi tidak apa-apa. Wirataparwa diakhiri dengan kisah
perkawinan Abimanyu, anak Arjuna, dengan Utari, puteri raja Wirata.
9.
Udyogaparwa
Udyogaparwa adalah buku
kelima dalam epos Mahabharata. Teks lengkap karya sastra parwa
ini belum pernah diterbitkan. Isinya mengenai persiapan peperangan antara Korawa dan Pandawa.
Pihak Pandawa menuntut separoh dari Kerajaan tetapi Korawa bersikeras menolak
dengan alasan bahwa Pandawa telah kehilangan haknya. Namun di pihak Korawa Widura, Drona, dan Bhisma
menasihati sebelumnya agar diupayakan penyelesaian damai. Kresna berperan
sebagai duta untuk menengahi konflik antara para Korawa dan para
Pandawa.
Tetapi ia malah akan dibunuh Korawa, sehingga marah besar. Ini mengilhami
cerita wayang berjudul Kresna Duta.
Dalam perjalanan pulang ia bertemu dengan Karna, dan Kresna membujuk
Karna agar berpihak kepada Pandawa, mengingat Kunti adalah ibunya dan
Pandawa adalah saudaranya. Tetapi Karna terikat budi baik ayah angkatnya dan Duryudana,
yang mengangkatnya menjadi raja, dan utang budi itu jauh lebih mengikat
daripada hubungan darah yang kurang terpelihara. Udyogaparwa sarat dengan nasihat keutamaan. Misalnya ada empat
tahap menghadapi musuh; yang pertama adalah sama, mencari kesepakatan
damai; yang kedua adalah bheda, artinya setuju berbeda, dan dalam posisi
status-quo; yang ketika adalah dana, memberikan silih yang dapat
mengerem kemarahan; yang keempat adalah denda, menghukum. Setelah ketiga
langkah pertama gagal diusahakan, maka tidak ada jalan lain, kedua belah pihak
siap perang untuk menghukum. Mereka menggerakkan pasukan ke medan perang, Kurusetra.
10. Bhismaparwa
Bhismaparwa konon
merupakan bagian terpenting Mahabharata karena kitab keenam ini mengandung
kitab Bhagawad Gita.
Dalam Bhismaparwa dikisahkan bagaimana kedua pasukan, pasukan Korawa dan
pasukan Pandawa
berhadapan satu sama lain sebelum Bharatayuddha
dimulai. Lalu sang Arjuna
dan kusirnya sang Kresna
berada di antara kedua pasukan. Arjuna pun bisa melihat bala tentara Korawa dan para
Korawa,
sepupunya sendiri. Iapun menjadi sedih karena harus memerangi mereka. Walaupun
mereka jahat, tetapi Arjuna teringat bagaimana mereka pernah dididik
bersama-sama sewaktu kecil dan sekarang berhadapan satu sama lain sebagai
musuh. Lalu Kresna memberi Arjuna sebuah wejangan. Wejangannya ini disebut
dengan nama Bhagawad Gita atau "Gita Sang
Bagawan", artinya adalah nyanyian seorang suci.
Bhismaparwa diakhiri dengan dikalahkannya Bisma, kakek para Pandawa
dan Korawa.
Bisma mempunyai sebuah kesaktian bahwa ia bisa meninggal pada waktu yang
ditentukan sendiri. Lalu ia memilih untuk tetap tidur terbentang saja pada
"tempat tidur panahnya" (saratalpa) sampai perang Bharatayuddha
selesai. Bisma terkena panah banyak sekali sampai ia terjatuh tetapi tubuhnya
tidak menyentuh tanah, hanya ujung-ujung panahnya saja.
11. Asramawasanaparwa
Asramawasanaparwa adalah nama
dalam bahasa Jawa
kuna untuk menyebut kitab Asramawasikaparwa. Dalam
naskah-naskah manuskrip
Jawa, buku ini biasanya digabung dengan Mosalaparwa, Prasthanikaparwa dan Swargarohanaparwa menjadi Caturasramawasaparwa.
12. Mosalaparwa
Mosalaparwa atau Mausalaparwa adalah buku keenam belas
dari seri kitab Mahabharata. Adapun ceritanya mengisahkan
musnahnya para Wresni,
Andhaka dan Yadawa, sebuah
kaum di Mathura-Dwaraka
(Dwarawati) tempat Sang Kresna memerintah. Kisah ini juga menceritakan wafatnya Raja Kresna dan
saudaranya, Raja Baladewa.
13. Prasthanikaparwa
Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa adalah buku Mahabharata
yang ketujuh belas. Dalam buku ini diceritakan bagaimana Sang Pandawa
Lima dan Dewi Dropadi
mengundurkan diri dari Hastinapura dan pergi bertapa ke hutan. Mereka
melakukan ini karena ajal sudah dekat. Akhirnya satu persatu para Pandawa dan
Dropadi meninggal kecuali prabu Yudistira.
14. Swargarohanaparwa
Buku Swargarohanaparwa
adalah buku terakhir Mahabharata. Di dalam buku ini dikisahkan
bagaimana sang Yudistira yang diangkat naik ke surga lebih baik memilih
pergi ke neraka
daripada tinggal di sorga dengan para Korawa. Di
sorga ia tidak menemui saudara-saudaranya, para Pandawa
dan dewi Dropadi.
Maka Yudistira pun berangkat ke neraka dan
sesampainya, ia melihat saudara-saudaranya sengsara dan iapun merasa sedih.
Tetapi tiba-tiba sorga berubah menjadi neraka dan neraka tempat mereka berada
berubah menjadi sorga. Ternyata para Pandawa dan Dropadi pernah berdosa sedikit
sehingga harus dihukum. Sedangkan para Korawa pernah berbuat baik sedikit,
tetapi perbuatan jahatnya jauh lebih banyak, sehingga beginilah hukumannya.
15. Kuñjarakarna
Kuñjarakarna adalah
sebuah teks prosa Jawa Kuna yang menceritakan seorang yaksa, semacam raksasa
yang bernama Kunjarakarna. Cerita ini berdasarkan agama Buddha Mahayana.
sumber: http://oscsastra.blogspot.com/2011/02/macam-macam-karya-sastra-jawa-kuno.html
0 komentar:
Posting Komentar