Filosofi Tembang Durma

Filosofi Tembang Durma

Durma merupakan salah satu bagian dari tembang Macapat atau dalam bahasa sunda disebut pupuh.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata durma berarti merupakan bentuk komposisi tembang jenis macapat (terdapat di Jawa,
Sunda, Bali), biasanya untuk melukiskan cerita-cerita keras (perkelahian, perang). (Sumber : KBBI)
Durma juga berasal dari kata Jawa Klasik / bahasa Kawi yang berarti harimau. Dur sendiri dalam bahasa Jawa Kawi berarti ala (buruk). Sesuai dengan arti itu, tembang Durma berwatak atau biasa diguanakan dalam suasana seram. Harimau adalah lambang dari 4 nafsu manusia, yaitu :
1. Ego centros – nafsu angkara,
2. Polemos –nafsu mudah marah/berangasan,
3. Eros – nafsu birahi/sofia,
4. Relegios – nafsu keagamaan, kebenaran dan kejujuran.
Durma juga bisa diartikan sebagai darma, yaitu sifat ingin memberi atau berderma yaitu keinginan untuk menolong sesamanya yang sedang dalam kesulitan. Durma juga menyiratkan hubungan yang sangat erat antar manusia sebagai makhluk sosial. Dalam menjalankan kehidupannya, manusia senantiasa memiliki ketergantungan pada manusia lainnya.
Dengan adanya ketergantungan tersebut, maka setiap individu dituntut untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Terutama tanggung jawab dalam mengemban tugas. Dalam arti nilai-nilai profesionalisme benar-benar dijunjung tinggi.
Tanggung jawab akan melahirkan rasa aman sekaligus rasa percaya terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Dengan bertanggung-jawab hubungan antara sesama manusia menjadi serasi dan harmonis, sehingga menghilangkan rasa saling curiga dan buruk sangka. Dengan demikian maka hubungan yang dilandasi saling percaya, saling ketergantungan, saling bertanggung-jawab serta memiliki keterikatan yang kuat akan menjauhkan manusia dari segala permusuhan.

Berikut contoh tembang Durma:


0 komentar:

Posting Komentar